Berkah Mendidik Anak Laki-Laki dan Perempuan (2)

Barang siapa diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian berlaku baikk kepada mereka, niscaya mereka menjadi penghalangnya dari neraka (HR. Bukhori Muslim)

Barang siapa menanggung dua atau tiga anak perempuan, dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia mati meninggalkan mereka, aku dan dia seperti ini (Rasulullah sambil mengisyaratkan telunjuk dan jari tengah)- HR. Ahmad

Beberapa orang tua yang memiliki anak laki-laki ptotes, hellooowww kenapa yang mendapat keistimewaan seperti itu adalah mendidik dan membesarkan anak perempuan. Sebagai ibu yang memiliki anak laki-laki dan perempuan saya pun dapat merasakan betapa aktifnya anak laki-laki dibandingkan kakak perempuannya. “Harusnya kan yang punya anak cowok dapet pahala lebih banyak, karena harus legowo beberes rumah hampir setiap saat dan hanya bisa mengelus dada saat satu persatu perabot rumah menjadi korban” kira-kira demikian curcol para ibu dengan anak laki-laki.

Nah, ternyata… mendidik anak perempuan memiliki tantangan tersendiri setelah mereka baligh, berbeda dengan anak laki-laki yang ketika kecil telah diberikan bekal agama akan jauh lebih tegak lurus walaupun ada banyak godaan di luar sana. Belum lagi biasanya anak laki-laki dianggap lebih superior dibanding memiliki anak perempuan, oleh karenanya begitu banyak hadist yang menyatakan keutamaan mendidik dan membesarkan anak perempuan.

Sebelum berdiskusi lebih lanjut tentang bagaimana mendidik dan membesarkan anak perempuan kita harus ingat bahwa ada 4 tahapan masa yang dialami oleh anak perempuan di mana masing-masing tahapan tersebut membutuhkan ilmu dan pendidikan yang sesuai agar anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang sholihah dan qonitat.

  1. Anak, di fase ini peran orang tua sangatlah besar. Anak perempuan biasanya sangat kooperatif dan mudah diajak diskusi serta empatinya juga sangat tinggi.
  2. Baligh – Menikah. Pastikan ibadahnya sudah baik serta pemahaman tentang ilmu kewanitaan seperti bagaimana seharusnya saat haid, dan lain-lain.
  3. Istri. Harus diingatkan bahwa dalam Islam tidak ada hubungan antara mertua dan menantu, mengapa??? Karena setelah menikah secara otomatis bakti kepada orang tua juga setara dengan bakti kepada mertua. Wajib diingat pula bahwa termaktub jelas di surah An-Nisa’ : 34 bahwa nafkah yang diberikan suami kepada istri hanya sebagian di dalamnya masih ada kewajiban anak laki-laki kepada orang tuanya dan juga hak suami itu sendiri, tentu saja harus tetap memperhatikan kebutuhan keluarga.
  4. Ibu. Diberitahukan peran Ibu demikian mulia sebagai madrasah bagi anak-anaknya, setiap pengorbanan yang mucul sejak kehamilan, melahirkan, menyusui, akkan diganjar dengan pahala yang melimpah. Bahkan secara aqidah, wanita yang sedang hamil memang dikondisikan tidak haid agar interaksinya dengan Allah dan Al-Qur’an tidak pernah terputus untuk memberikan nuansa keislaman terbaik pada janin yang dikandungnya… Wallahu a’lam

 

Mencetak Muslimah Berkarakter

Sesuai gambar di atas, kira-kira pada dimensi tersebutlah perhatian kita sebagai orang tua dalam mendidik anak perempuan kita, daaan harus juga diingat bahwa wanita itu konon seperti tulang rusuk, tidak bisa terlalu keras dalam menegakkannya karena bisa patah namun juga tidak boleh terlalu lembek karena mudah bengkok.. Yang jelas, setelah hampir 6 tahun berinteraksi dengan Faza, rata-rata anak perempuan sangat bisa diajak bicara baik-baik. At least, sampai sekarang cara ini yang sering saya gunakan kalau terjadi deadlock antara saya, Faza dan Haidar, adiknya. Saya akan mengajak Faza ke kamar dan bicara berdua dengannya 🙂

Leave a comment